SIANG itu cuaca agak lumayan panas dan angin sedikit berhembus sehingga tak terasa panas membakar kulit.
Para petani durian di Pining, Kecamatan Pining, Gayo lue menyambut baik kehadiran semilir angin tersebut.
Dan setika melihat kami datang dari kejauhan ke kebun duriannya yang berada di kawasan waeh Pining mengucapkan di bawah gubuk manual yang di buatnya.
“Ruut…. ruut….. durin tembege male ku cecep kale ku cube (Jatuhlah durian mau di kami tes bagaimana rasanya). Begitulah kalau diartikan.
Terlihat para petani membuat gubuk kecil masing masing di kebun miliknya untuk tempat beristirahat menjaga durian dan tempat tamu untuk berkunjung.
Tak lama kami berbincang binjang durian pun jatuh, dum….dan di ambil salah satu kawan saya, kemudian kami belah dan kami cicip durian tersebut.
Makan durian langsung di kebunnya, memiliki sensasi tersendiri dan suasana yang berbeda dengan yang dijual di kota.
Johan salah satu pemilik kebun durian menyebutkan menjual durian tersebut Rp 15.000 ukuran paling besar per buah. Sedangkan yang ukuran sedang Rp 50.000 untuk 4 buah di pohonnya.
“Itu pun kalau ada lebihnya kita kasih sambil menjaga silaturahmi dan sedekah,” ungkap Johan.
Selain durian, ada juga pohon manggis yang dijual dengan hargan Rp 5.000 perkilo gramnya dipetik langsung dari pohonya dan di tambah bonus makan sepuasnya.
Musim durian tahun ini hanya sebagian yang berbuah yakni di Desa Pining Waeh Pining dan Uning Kumer Desa Pertik.
Durian Pining memiliki rasa yang khas dan beda dengan durian asal Aceh Tenggara.
Bagi yang mau mencoba rasa Durian Pining tak usah jauh ke Pining cukup di datang simpang empat kota Blangkejeren setiap hari ada dijual. (*)