INFOLEUSER.COM — Sejak dua dekade terakhir keberadaan burung murai batu (Kittacincla malabarica) atau sebutan nama lokal (cempala) di hutan Kawasan Ekosistem Leuser kian sulit ditemui.
Bahkan burung ini salah satu daftar nama burung diambang kepunahan di Kawasan Ekosistem Leuser.
Awalnya burung murai batu masuk satwa yang dilindungi.
Namun, berdasarkan peraturan Mentri LHK Nomor 106// Menlhk/Sekjen/Kum.1/12/2018/tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi dan murai batu tidak lagi masuk dalam daftar satwa dilindungi.
Dengan alasan harga jual yang lebih tinggi dan memiliki suaran indah, salah satu alasan masyarakat gencar berburu burung ini ke hutan untuk diperjual belikan maupun dipelihara secara pribadi.
harganya pun terus menjelit naik seiring dengan kian sulitnya burung tersebut didapatkan.
Pada tahun 2000-an burung murai batu masih banyak terdapat di hutan Leuser, khususnya di Kecamatan Pining.
Harganya pun hanya Rp 500.000 rupiah dijual oleh masyakat untuk yang jantan dan yang betina nyaris gak laku dan tak ada peminatnya.
Pun demikian mencarinya pun hanya di pinggiran hutan sebut warga Pining Jamian (35 tahun).
Baru-baru ini kepada infoleuser.com, Jamian mengatakan, dengan maraknya pencinta burung dan kian sulitnya menangkap burung tersebut. harga burung juga ikut naik baru ditangkap di hargai Rp 5 juta untuk yang jantan dan Rp 1 juta untuk yang betina.
“Itu belum makan umpan pur hanya umpan manual dari telor semut, kalau udah makan pur makin naik lagi harganya,” ungkapnya.
Jemian mengatakan sulit mencari burung murai murai batu di hutan Leuser saat ini.
Ia menyebutkan sering berburu burung tersebut ke dalam hutan Leuser dengan cara kemping, dan menggunakan perangkap ditambah suara rekaman rekorder dan sulit menjumpainya apalagi mendapat hasil buruan.
Meskipun masyarakat adat ketika berburu ke dalam hutan masih menerapkan adat lokal, setidaknya dengan melaksanalan kenduri maupun hanya membakar kemenyan untuk mintak izin atau permisi masuk ke wilayah hutan tersebut dan memintak kepada pemiliknya termasuk mengais rejeki dengan berburu burung murai tersebut.
Dengan alasan gencar diburu dan cara berkembang biak spesies burung tersebut paling 2 atau 3 sekali bertelor. Salah satu penyebabnya hutan leuser kehilangan kicauan burung yang memiliki suara indah tersebut.
Dimana diketahui hutan Pining salah satu hutan di Kawasan Ekosistem Leuser yang hidup beranekaragam sepesies burung salah satunya burung yang memiliki nilai jual tinggi sebut saja murai batu, murai daun, dan burung rangkok badak (reje bujang).
Namun keberadaannya kian hari makin terancam dan di ambang kepunahan. (*)