INFOLEUSER.COM | GAYO LUES,- Masyarakat yang tinggal di sekitar Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) mayoritas berpenghasilan pada sektor pertanian dan perkebunan hidup secara berdampingan dengan alam. bercocok tanam merupakan warisan dari nenek moyang yang hingga kini masih dipertahankan kearifannya, walau tanamannya terkadang diganggu oleh hewan pemakan tumbuh tumbuhan dan buah-buahan petani di Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues tidak meracun dan menembaknya demi menjaga keseimbangan alam, Minggu (20/02/2022),
Sebagaimana diketahui hutan Leuser memiliki kekayaan sumber keanekaragaman hayani yang melimpah. Hidup di pinggiran hutan acap kali hewan mengganggu tanaman warga seperti Kera, Orang Utan, Siamang dan Beruang dan sebagainya yang makanan utamanya adalah buah buahan dan tumbuhan tak jarang ketika ketersedian makanan di hutan berkurang hewan tersebut mencari makanan ke kebun milik warga.
Salah seorang petani durian di Kecamatan Pining, Gayo Lues, Saprijal (30) mengungkapkan, tanaman durian di kebun miliknya sering diganggu kawanan monyet ekor panjang (opportunistic omnivore). Menurutnya hewan tersebut sulit dibendung ataunditangani karna monyet tersebut hidup secara berkelompok yang jumlahnya bisa mencapai 80 hingga 100 ekor setiap kelompok.
Saprijal berasama petani lainnya terpaksa menjaga buah durian di kebun sedari kecil hingga panen, “karna jika dibiarkan kawanan monyet akan menjatukan semua buah durian yang masih muda, padahal buah durian tidak dimakan oleh monyet karena berduri. Untuk menjaga dan memaksimalkan hasil panen, kami harus menjaga durian di kebun dari serangan kawanan monyet sambil membersihkan kebun.
Saban tahun ketika musim berbuah dan panen tiba hewan pemakan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan selalu menjadi momok utama bagi petani. Untuk menyelamatkan tanamannya para petani hanya mengandalkan cara-cara tradisional untuk menghalau dan mengusir hewan tersebut.
Saprizal mengungkapkan, dari dulu hingga saat ini belum pernah terjadi konflik antara manusia dengan hewan pemakan tanaman dan buah-buahan para petani di daerahnya.
“Dari nenek moyang kami dulu hingga saat ini belum pernah terjadi konflik dengan manusia, meskipun petani mengalami kerugian dan terancam gagal panen, petani tetap pasrah tanpa main hakim sendiri dengan membunuh hewan pemakan tanamannya”, ungkapnya
Hal senada juga diucapkan oleh petani Kakau, Sahali (36) yang kebunnya berada di Uning Kumer, Desa Pertik, Kecamatan Pining, ia hanya mengantisipasi ancaman hewan tersebut dengan mengusir menggunakan alat tradisional dan memelihara anjing di kebunnya. Petani di daerahnya tidak nembak dan meracun hewan tersebut karena demi menjaga keseimbangan alam.
“Dari nenek moyang kami dulu hingga kini kami hidup berdampingan dengan alam dan menjaga keseimbangan alam, walau kerap kali tanaman diganggu hewan, reseki telah diatur oleh yang mahakuasa pemilik alam semesta Allah sang maha pencipta langit dan bumi”, tutur Sahali.
Ketika hama atau hewan pemakan tanaman milik petani semakin meraja lela dan sulit dibendung, masyarakat akan menggelar acara ritual kenduri dan meminta pertolongan kepada Allah SWT untuk diselamatkan tanaman milik petani, biasanya kegiatan tersebut selalu digelar setiap setahun sekali atau duai tahun sekali.