- Hutan dalam Pusaran Tradisi Masyarakat Adat Pining (Cerita dari Hulu Sungai Tamiang kawasan Ekosistem Leuser)
Saya ingin bercerita tentang keberadaan wilayah Kecamatan Pining yang mendiami lebih 40 persen luas kawasan kabupaten Gayo lues dan terdiri dari 11 kecamatan.
Pining memiliki 90% kawasan hutan yang terdiri dari Hutan TNGL, lindung Produksi dan HPL, yang juga merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser (sumber pemetaan partisipatip oleh masyarakat Adat Pining dan Forum Penjaga Hutan dan Sungai Harimau Pining).
Keberadaan masyarakat adat di Pining yang berada di tengah kawasan hutan telah membentuk karakter dan tradisi adat istiadat melekat pada masyarakat adat dalam upaya melindungi hutan sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat Pining.
Suku Gayo telah memiliki tata ruang pengunaan kawasan hutan.
Hal ini juga dalam beragam tradisi upacara ritual yang masih ada sampai saat ini, seperti Kenuri ulu naeh, (upacara awal turun ke sawah) kenuri ke datu (upacara leluhur nenek moyang), dan masih banyak sebutan yang masih dipegang teguh oleh masyarakat adat Pining hingga saat ini.
Kenuri kedatu, adalah sebuah upacara khusus kepada roh nenek moyang masyarakat Pining, melalui beragam ritual yang disajikan dalam bentuk sesajen.
Tujuan dari acara ini, dijelaskan oleh Aman Sawi, yang termasuk tokoh yang sering diikutkan dalam keduri ini menjelaskan, seremonial ini wujud terima kasih kepada para endatu nenek moyang kita yang telah membuka pemukiman di tengah kawasan hutan ini.
Hingga kita harus menghargainya dengan cara melindungi hutan sebagai tempat tinggal dan sumber kehidupan kita.
Dalam kesempatan ini juga Aman Sawi turut menjelaskan tata cara awal membuka lahan yang di perbolehkan dalam kawasan hutan sebagai areal bertani bagi masyarakat.
Di awali dengan niat agar membuka lahan di hutan tidak serakah disimbulkan dengan Selsung (sejenis sasajen yang terdiri dari daun sirih, kapur putih dan buah pinang).
Lalu menciptakan kemenyan dengan menghapalkan mantra, “Hai penghuni hutan kao yang halus dan kami yang kasar, izinkan lah kami, berusaha mencari rejeki di tempat mu, tempat kami mencari nafkah dari maha pencipta” dan masih banyak matra lainnya.
Semuanya menngambarkan wujud kehati-hatian mayarakat adat Pining dalam upaya menjaga dan melindungi kawasan Hutan Pining.
Upaya perlindungan hutan bagi mayarakat pining juga tergambar dari beberapa syair keseniang “Didong Sesuk”, seperti yang diceritakan oleh Aman Romi di Pining.
Ia menjelaskan, syair seni yang kita dendangkan secara turun temurun, adalah bukti bahwa nenek moyang kita punya petuah dan perintah untuk puncak alam membuka lahan di kawasan hutan, seperti ” Jangan ambil kayu di hulu sungai, supaya kita terhindar dari bahaya banjir.
Dan syair lagu “Hutan Pining sangat di pandang, memiliki gunung yang tinggi, tempat hidup tumbuhan dan binatang ( flora fauna), hutan yang indah harus memiliki binatang jenis Harimau dan Badak, ada air terjun di tengah hutan yang terjal.”
Aman Romi penyair asal Pining ini juga menjelaskan, kita suku Gayo hidup penuh dengan seni, nenek moyang kita memberi pesan tidak hanya lewat bicara lewat syair dalam seni agar hati hati nurani khalayak, ini adalah bukti para leluhur kita dari senjak telah dahulu melindungi hutan sebagai sumber kehidupan manusia.