INFOLEUSER.COM |GAYO LUES,– Bercocok tanam terutama tanaman padi merupakan warisan dari leluhur yang hingga saat ini masih dipertahankan kearifan lokalnya, begitu juga dengan benih padi yang digunakan juga dipertahankan turun terumun. Namun dengan kemajuan teknologi terutama di dunia pertanian, bertani secara tradisional perlahan tergerus dengan hadirnya alat pertanian dan benih hasil pengembangbiakan padi variates unggulan hasil vegetasi pemerintah.

Seperti diutarakan oleh salah seorang petani padi asal Pining, Muhammad (40), Sebelum banjir bandang memporak porakdakan Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues pada 2006 silam. Areal persawahan masyarakat ikut hancur diterjang banjir kiriman tersebut.Namun masyarakat perlahan memperbaiki kembali sawah  mereka dan kembali bercocok tanam.

Bibit Padi Unggul
Petani di Pining sedang memanen padi di sawah
Foto: Ismail Baihaqi

“Namun benih padi lokal yang biasa ditanam oleh petani sebelumnya seperti jeha, rom putih, ambilin (sebutan nama lokal) oleh petani sawah di Pining telah beralih ke benih padi unggulan.

Muhammad menyebutkan, biasanya benih padi lokal ditanam oleh petani mereka hanya bisa menanam dalam setahun 2 kali dengan masa panen selama 6 bulan.

“Padi lokal akan menghasilkan beras bersih dan memiliki cita rasa yang lezat dan harum ketika di masak menjadi nasi akan menggugah  selera”, ucapnya.

Namun, lanjut Muhammad, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir para petani tidak lagi menanam binih padi lokal, pada umumnya petani beralih kepada benih  yang disalurkan oleh Dinas Pertanian ke tiap tiap desa dan dibagikan kepada petani  yang sebagian hasil panen dijadikan bibit ulang untuk ditanam kembali.

jika dari umur padi tersebut memang relatif singkat, hanya 3 bulan sejak ditanam petani sudah panen dan dalam setahun bisa tiga kali bercocok tanam. dari segi hasil juga hampir sama yaitu dalam 2 kaleng bibit bisa menghasilkan 90 hingga 100 kaleng gabah kering,  sebut Muhammad.

Sementara biaya yang dikeluarkan sedikit agak mahal sembari menjelaskan rinciannya untuk Trantor bajak dan pupuk, meskipun para petani sering dihadapkan dengan kelangkaan pupuk bersubsidi.

Bedanya dengan padi lokal hanya manual tanpa banyak mengeluarkan banyak biaya, sembari ia menyebutkan kebutuhan beras tersebut biasanya hanya untuk kebutuhan dan dikomsumsi keluarga demikian dengan petani sawah yang lain, pungkas petani padi, Muhammad.

Share.

Comments are closed.