ACEHNESIA.COM | BANDA ACEH — Kamis (7/10/2021) pagi ini begitu cerah. Embun yang bersandar di pepohonan dengan cepat menghilang. Seorang perempuan paruh baya sudah mulai sibuk memanaskan kendaraan roda dua.
Namanya Evi Susanti yang kini berusia 36 tahun.
Perempuan kelahiran 1985 di Banda Aceh ini, sejatinya adalah ibu dari 4 orang anak yang masih dalam usia sekolah.
Setiap harinya dia membuat aneka kue basah, yang kemudian diantar ke setiap penjual yang berada di kawasan Kota Banda Aceh.
“Sedikitnya ada 500 potong kue yang saya buat setiap harinya, mulai dari kue basah, hingga kue kering, semuanya saya antar ke penjual menggunakan sepeda motor,” kata Evi Susanti, kepada penulis, saat ditemui di kediamannya Kamis sore.
Setiap kue yang dibuat Evi, dia hanya mendapatkan keuntungan kotor Rp 800 dari setiap kue, dari jumlah 500 potong kue itu pun, masih sering tersisa, ini pula yang kemudian disediahkannya, karena pendapatan begitu kecil.
“Memang tidak selalu laku semua, sering kali tinggal kuenya, kalau tinggal dimakan sendiri atau dibagi-bagi untuk tetangga,” jelas Evi Susanti.
Evi Susanti sedang mengantar kue dagangannya. Foto Nova Rahmawati.
Evi mulai membuat kue dari pukul 17.00 WIB sampai dengan tengah malam, dia juga dibantu oleh keempat anaknya dengan peran masing – masing, agar kue bisa dihantarkan ke setiap warung pada pagi hari.
“Suami juga ikut membantu memotong sayuran untuk membuat risol, sedang anak lelakinya ada yang memotong daun, memotong plastik untuk bungkusan kue, menggoreng , mencuci piring dan sebagainya,” jelas Evi.
Tanpa rasa lelah, setiap harinya Evi Susanti menjalankan rutinitasnya, pekerjaan ini bukan tanpa alasan, karena dia harus membantu suaminya yang hanya seorang pengantar pasir untuk bangunan.
Namun selama pandemi covid-19, omzetnya menurun drastis.
“Selama pandemi, suami tidak ada pendapatan, makanya kondisi ekonomi kami saat ini sedang lesu-lesunya,” kata Evi.
Kendati demikian, Evi bersama dengan keluarganya tetap berusaha untuk mencukupi kebutuhan harian rumahan, mulai dari kebutuhan primer hingga kebutuhan sekunder.
Evi berharap supaya ada tempat khusus yang menampung kue-kue buatannya, sehingga memudahkannya memasarkan kuenya dan ada bantuan berupa alat alat kue seperti oven, mixer, cetakan dan lainnya. (*)