INFOLEUSER. COM | GAYO LUES,– Hutan Leuser selain menyimpan banyak kekayaan alam yang melimpah baik satwa dan fauna hayatinya yang beraneka ragam jenisnya serta salah satu penyimpan emisi karbon sehingga hutan leuser dijulukan surga terakhir di bumi.
Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) tersebut terdiri dari Tanam Nasional Gunung Leuser (TNGL) telah di tetapkan oleh Unesco sebagai warisan dunia. Puluhan spesial telah terdeteksi di kawasan tersebut diantaranya Spesies Hewan, mamalia, burung, ampibi, ikan dan tumbuhan terdapat di wilayah tersebut pun demikian terdapat species kunci yang hidup berdampingan di satu kawasan tersebut sebut saja Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Orangutan Sumatera (Pongo abelii), Siamang (Hylobates syndactylus syndactylus), Owa (Hylobates lar), Kedih (Presbytis thomasi).
Berdasarkan keterangan masyarakat Aceh dan suku Gayo TNGL dan Kawaasan Ekosistem Leuser juga telah ada sejak ratusan tahun lalu dan tempat berkembang biak hewan dan tumbuhan. Pun demikian dengan species kunci telah lama telah ada keberadaannya di hutan leuser bahkan telah beberapa kali berkembangbiakan.
Hutan adalah rumah bagi binatang tempat melangsungkan kehidupannya. Tentu dalam pase perjalannya pasti ada yang mati hewan tersebut baik itu karna ajalnya telah tiba maupun di buru oleh manusia.
Berdasarkan keterangan dari salah satu Warga Pining, Gayo lues yang sering masuk keluar hutan Muhammad 45 tahun menceritakan awal Maret yang lalu.
Hewan yang mati di hutan leuser yang disebabkan oleh faktor mati secara alamiah atau telah tiba ajalnya berkumpul di satu tempat.
Argumen tersebut bukan tak beralasa, karna hewan yang ada di hutan memiliki kawasan jelajahan masing masing dan hewan tersebut ketika ajalnya hampir tiba akan pergi kesuatu tempat dan di situlah dia menghebuskan napas terakhir.
Mengingat belum pernah ada orang menjumpai tulang berulang hewan di leuser kecuali hewan tersebut mati karna ulah manusia, baik itu dibunuh dengan senjata tajam meupun tembak atau terjerat maupun diracun, sebutnya.
Menurut Muhammad, hewan mati yang mati karena faktor alamiah atau telah ajal di hutan leuser memiliki tempat tersendiri, “bisa mungkin jadi tempatnya di gua-gua.
Muhammad emnceritakan, setiap binatang berbeda tempatnya. Saking penasaran tentang keberadaan hewan mati tersebut dirinya sempat bertanya kepada sesupuh atau orang tua kampung namun beliau belum pernah berjumpa tempat yang dimaksut.
Menurut Muhammad, Hal tersebut ia rasa tidak mungkin ditemukan oleh manusia biasa, kecuali keberuntungan dan bertuah. jika pun ada orang yang bertemu secara tidak sengaja akan mengancam keselamatan jiwanya jika dengan sengaja mengambil tulang berulang tersebut karna hewan tersebut merekadiyakini ada yang menjaga atau pemiliknya
Hal senada juga diutarakan oleh salah seorang warga Pining, Gayo Lues, Mandala, ia menyakini tempat hewan mati tersebut ada dua tempat di leuser yakni di Kappi zona inti TNGL (Gunung yang membentang kecamatan Pining, Dabung Gelang, Putri Betung, Kaloy dan Sumatra utara dan satu lagi di Goh lemu / Goh pase (Gunung yang membentang antara lukup Serbejadi, Linge, Samar kilang dan Aceh utara).
Terkait keberadaan tempat hewan mati tersebut di hutan leuser keberadaannya masih misteri yang hingga saat ini belum terkuak dan tak bisa dibuktikan secara ilmiah dan perlu penelitian oleh para ahlinya tentang kebebaran dan kebenaran hal tersebut.
Mandala yang merupakan mantan Kombatan GAM yang bergerilya di hutan pada Tahun 2000 hingga 2005 menyebutkan, tempat hewan mati tersebut oleh masyarakat lokal menyebutnya dengan nama padang seribulen (tempat berkumpulnya hewan mati di hutan).