ACEHNESIA.COM – Pemerintah secara resmi telah melaksanakan vaksinasi COVID-19 untuk anak usia 6-11 tahun sejak Selasa, 14 Desember 2021, dengan jumlah sasaran sekitar 26,5 juta anak.
Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (KMK) Nomor HK.01.07./MENKES/6688/2021 tentang Pelaksanaan Vaksiansi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Bagi Anak Usia 6 (Enam) Samlai Dengan 11 (Sebelas) Tahun, yang ditandatangani oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada 13 Desember 2021.
Jenis vaksin yang akan digunakan untuk Vaksinasi anak usia 6-11 tahun adalah vaksin vaksin Sinovac atau vaksin jenis lainnya yang sudah ada Emergency Use Of Authorization (EUA) dari BPOM.
Untuk vaksin Sinovac, interval pemberian dosis 1 dan dosis 2 adalah 28 hari serta harus didahului dengan proses skrining kesehatan sesuai dengan format standar yang telah berlaku.
Informasi yang dirilis Kemenkes merinci untuk menyelesaikan vaksinasi anak usia 6-11 tahun dibutuhkan kurang lebih sekitar 58,7 juta dosis vaksin.
Saat ini, Kemenkes telah menyiapkan 6,4 juta dosis vaksin untuk Bulan Desember 2021 dan akan ditambah pada Januari 2022.
Lantas bagaimana sikap orang tua terkait kebijakan vaksinasi anak?
Hasil wawancara penulis dengan orang tua murid di SDN 21 Bireuen, pada Jumat (4/2/2022), banyak di antara mereka yang tidak mau anaknya divaksin. Namun mereka setuju dengan alasan terpaksa.
Sebagian wali dari anak-anak ini, dengan terpaksa harus memberikan izin untuk di vaksin kepada sang buah hatinya, dikarenakan mereka takut ke depannya anak mereka tidak bisa menerima beasiswa dikarenakan jika tidak vaksin. Sebab mereka tergolong masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.
“Saya terpaksa harus memberikan izin kepada anak saya agar dapat diberikan suntik vaksin, supaya tidak kehilangan haknya dalam kategori penerima beasiswa,” ungkap salah satu wali siswa yang tidak ingin memberikan indentitasnya.
Lanjutan dari hati seorang ibu ini, “Kebijakan seperti apa ini, semakin lama peraturan yang di buat oleh pemerintah pusat kok semakin hari semakin menyulitkan orang-orang dengan hal-hal seperti ini, janganlah mengambil kesempatan dalam kesempitan,” ujarnya.
Lain dari pada itu banyak juga wali siswa mendukung penuh kegiatan ini, seperti Rahmawati salah satu seorang wali siswa menerima suntik vaksin.
“Ya saya sangat setuju akan hal ini, dikarenakan agar anak-anak dapat bersekolah lagi seperti biasa aktif dengan tatap muka tentunya aman dan akan lebih sehat, tidak takut lagi dengan penyebaran virus.” Pungkas wali siswa setuju dengan vaksin.
Kenapa anak harus divaksin?
Anggota Satgas Imunisasi IDAI (Ikatan Dokter Indonesia), Cissy RS Prawira Kartasasmita seperti dirilis kominfo.go.id, menyebutkan, “angka kasus Covid-19 pada anak meningkat pada tahun kedua apalagi dengan adanya varian baru Delta dan Omicron sehingga anak perlu mendapatkan perlindungan, salah satunya dengan vaksinasi.”
“Meski bergejala ringan namun juga bisa menimbulkan komplikasi berat yang bisa meninggalkan bekas pada anak, terutama bila terjadi gangguan organ,” tegas Cissy seraya menambahkan, dengan vaksinasi maka anak akan lebih kuat imunitasnya, kalau pun terkena Covid-19 maka gejalanya lebih ringan.
Ia mengingatkan, anak-anak juga berpotensi menularkan virus corona kepada orang lain di lingkungannya.
Misalnya ke anak di bawah 6 tahun yang belum bisa divaksin Covid-19 serta lansia dengan komorbid. Karena itu, ia meminta masyarakat menyegerakan vaksinasi anak-anak.
Sejumlah persiapan yang perlu dilakukan untuk vaksinasi anak di antaranya anak harus dalam kondisi sehat.
“Vaksin akan dijadwalkan oleh sekolah atau puskesmas. Malamnya cukup tidur. Anak juga harus diberi tahu akan divaksinasi. Umumnya anak-anak sudah tahu karena biasanya sudah ada program imunisasi rutin di sekolah,” ujar Cissy seraya menambahkan, bahwa anak jangan ditakut-takuti melainkan harus diedukasi terkait fungsi vaksinasi.
“Orang tua kalau perlu membawa catatan imunisasi yang sudah ada supaya bisa ditulis di buku imunisasi apa saja yang sudah diperoleh anak,” pesan Cissy.
Soal efek samping vaksinasi atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), Cissy menyampaikan umumnya gejalanya kecil saja.
“Ada dua KIPI, yaitu lokal dan umum. Lokal umumnya sakit bengkak di tempat suntikan. Sedangkan umum antara lain rasa lelah, anak kurang aktif, rasa dingin, atau mual. Namun gejala ini bisa muncul bisa tidak,” ujarnya.
Pasca imunisasi anak perlu diobservasi.
“Kalau anak tidur seharian pasca imunisasi itu tidak normal, jadi harus segera dilaporkan. Kalau demam tidak tinggi, tidak usah diberi obat. Namun jika demam tinggi boleh diberikan obat penurun demam. Namun, anak jangan diberikan obat sebelum ada demam atau sebelum suntikan,” urai Cissy seraya menambahkan anak juga dapat diminta menggerakkan area bekas suntikan agar jika timbul bengkak lekas mereda.
Tentang keamanan vaksin, Cissy menyatakan, vaksin anak-anak aman karena sudah melalui tahapan uji klinis sama halnya dengan vaksin untuk dewasa.
“Vaksin untuk anak usia 6-11 tahun sudah mendapat izin penggunaan darurat dari Badan POM, yaitu vaksin Sinovac. Hal ini tentunya sudah memenuhi kriteria aman dan berkhasiat,” tegasnya.
Selain itu, vaksin ini sudah memenuhi berbagai tingkat penelitian dan pemakaian jutaan dosis di semua kelompok usia. ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization) dan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) sudah merekomendasikan vaksin Sinovac untuk anak 6-11 tahun.
Nah, apakah orang tua masih takut anaknya divaksin?
Karena tujuannya, vaksinasi diberikan untuk menciptakan herd immunity agar penyebaran virus Covid-19 bisa secepatnya berhenti. (*)