INFOLEUSER.COM | BLANGKEJEREN — Kawasan yang terletak di ujung pulau Sumatra, merupakan kawasan yang terdiri dari Taman Nasional Gunung Leuser dan Kawasan Ekosistem Leuser.

Di mana kawasan seluas 2,5 juta hektare itu dihuni sejumlah mamalia besar seperti Badak, Gajah, Harimau, dan Orang Utan. Mereka masih hidup secara berdampingan di kawasan tersebut.

Berdasarkan keterangan masyarakat setempat, Kawasan Leuser telah dijaga dan dilindungi oleh masyarakat setempat sedari leluhur.

Karena masyarakat menganggap Leuser adalah tempat yang sakral dan ribuan flora dan fauna yang hidup di sana.

Istilah Leuser itu sendiri berasal dari bahasa Gayo yang berarti jembatan yang menghubungkan surga dan dunia.

Atau dalam sebutan lain Los (mati ) tempat berkumpulnya hewan mati ketika ajalnya sudah tiba lebih memilih mati di puncak Leuser.

Berdasarkan catatan sejarah, Kawasan Ekosistem Leuser tersebut dikenal dunia ketika FC van Heurn, seorang Biolog Belanda yang memaparkan hasil ekspedisinya di Leuser pada 1920-an.

Dia percaya Leuser menyimpan ribuan spesies flora dan fauna yang khas.

Namun, jauh sebelum itu, Kawasan Ekosistem Leuser dan TNGL masyarakat setempat menyebutnya Bur Bebeke, Kappi dan Goh lemu –julukan dari surga tropis terakhir di bumi tersebut.

Pilar Puncak Leuser2
Pelar Bur Arul Relem, Kecamatan Pining Gayo Lues. Foto Ismail Baihaqi

Sebagai bukti peninggalan Belanda di Kawasan Ekosistem Leuser tersebut, dan hingga hari ini masih ada sisa peninggalan sejarah tersebut dengan masih terlihat utuh berdirinya megahnya arsitektur bangunan pilar yang dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda.

Pilar yang dibangun di atas puncak Leuser berupa semen berbentuk persegi dan segitiga tersebut juga ditulis tinggi meter dari permukaan laut.

Hal itu, dapat di temui dibeberapa lokasi di Kawasan Ekosistem Leuser, diantaranya di Pining Gayo Lues seperti Arul relem, Bur Pepanyi dan Waeh Lebah, Kala Pining, Penomon Jaya, Bur Kurik dan Goh Lemu.

Hal tersebut dibenarkan oleh Yusuf, salah satu anggota Ranger Forum Konservasi Leuser (FKL) yang sering masuk hutan dan pernah mengunjungi semua tempat tersebut.

Kepada infoleuser.com, Yusuf mengungkapkan keberadaan Pilar tersebut sedikitnya tak utuh lagi, disebabkan sudah rusak dan hancur.

Masyarakat setempat menyakini Pilar yang dibangun di puncak Leuser tersebut ada harta karun yang ditinggalkan dan disembunyikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda di tempat tersebut.

“Ini jadi salah satu penyebabnya dirusak orang, karena mencari harta karun,” sebut Yusuf.

Pun sebagian masyarakat tak berani merusak Pilar tersebut dan menyakini ada pengaruh mistiknya di sana. (*)

Share.

Comments are closed.