ACEHNESIA.COM — Bersatunya dua hati dalam ikatan suci menjadi moment yang ditunggu-tunggu oleh sepasang insan yang dilanda asmara.

Disertai persetujuan dari dua belah pihak keluarga, maka berlangsunglah sebuah pernikahan untuk  mengikat dua hati.

Di hadapan penghulu serta sang ilahi mereka berjanji untuk saling mengasihi dan menyayangi.

Sebelum berlangsungnya sebuah pernikahan, ada serangkaian kegiatan yang harus dilalui oleh masing-masing calon pengantin.

Kegiatan ini sudah mendarah daging di daerah Aceh yang terdiri 23 kabupaten, Di wilayah Kabupaten Bireuen masih memegang teguh budaya malam aneuk dara  khususnya daerah pedesaan.

Malam aneuk dara menjadi moment sakral bagi seorang wanita yang hendak melepas masa lajangnya, karena wanita tersebut akan berganti status serta menempuh hidup baru dan akan terlepas dari tanggungan orang tuanya.

Tradisi malam aneuk dara berlangsung selama tiga malam berturut-turut, sebelum berlangsungnya acara resepsi pernikahan.

Ada tiga rangkain upacara adat yang harus dilalui oleh calon pengantin, yaitu meugaca atau boh gaca yang sudah digiling serta dipesijuk oleh tetua gampong, kemudian berkumpulnya aneuk dara gampong untuk membuat kerajinan dan meugaca pada malam terakhir.

Di Provinsi Aceh khususnya Kabupaten Bireuen, setelah mengucap janji dihadapan penghulu berlanjut dengan upacara tueng lintoe baroe atau tueng dara baroe.

Hal ini mencerminkan salah satu budaya perkawinan khas Aceh. Pengantin pria maupun wanita berkesempatan menghabiskan waktu bersama orang-orang terdekat mereka pada malam aneuk dara.

Pada malam pertama diadakannya upacara meungaca, daun gaca tersebut digiling terlebih dahulu oleh tetua gampong sebelum berlangsungnya malam aneuk dara.

Dalam kegiatan adat meugaca melibatkan sanak saudara dan tetua gampong secara langsung, mereka membubuhi gaca disetiap jemari tangan serta telapak kaki pengantin wanita, sebelumnya para tetua gampong yang terlebih dahulu membubuhi gaca sebagai pembukaan untuk memunculkan kesakralan dalam kegiatan tersebut.

Kemudian disusul dengan upacara peusijuk yang dilakukan oleh orang tua gampong, asal mula adat peusijuk ini dari India, namun diadaptasikan dalam budaya Islam dengan adanya seuntaian doa diiringi restu orang tua bertujuan mendoakan kebahagiaan pasangan pengantin dalam berumah tangga. Kegiatan peusijuk ini dilakukan oleh istri imum gampong.

Pada malam kedua diadakannya acara lepas lajang baik calon pengantin pria maupun wanita dengan teman-teman terdekat atau kerabat, sebagai tanda pergantian status.

Biasanya acara lepas lajang diadakan di kediaman calon pengantin pria maupun wanita, kebersamaan tersebut diisi dengan bercengkrama dan diselingi canda tawa.

Pada malam ketiga menjadi malam puncak bagi kedua calon pengantin, malam itu berkumpulnya seluruh aneuk dara gampong untuk merangkai kerajinan tangan seperti membuat kerajinan tisu, merangkai daun sirih, dan ukir buah yang dilakukan oleh ibu-ibu PKK.

Pada saat aneuk dara gampong membuat kerajinan, calon pengantin wanita dibubuhi inai di tangan serta kakinya untuk memunculkan sisi keindahan pada saat acara resepsi serta terlihat mempesona di mata pengantin pria sewaktu acara resepsi.

Malam aneuk dara diadakan pada malam hari, dikarenakan keseharian aneuk dara diisi dengan aktivitas pribadi mereka sehingga sukar untuk berkumpul.

Oleh karena itu diadakan pada malam hari agar seluruh aneuk dara di gampong tersebut dapat berkumpul dan menghabiskan waktu bersama calon pengantin pria maupun wanita.

Hal ini juga dipicu oleh adat dari orang-orang terdahulu dan masih diterapkan sampai detik ini.

Serangkaian kegiatan malam aneuk dara tersebut masih dilestarikan sampai saat ini. Perubahan generasi dari waktu ke waktu menjadikan adat tersebut mengalami perubahan mengikuti era 4.0.

Sering kita temui saat diadakannya malam aneuk dara, hanya berlangsung satu malam saja, namun kegiatan pada malam aneuk dara tetap dilakukan.

Dikarenakan kegiatan tersebut menjadi adat istiadat orang Aceh yang sudah mendarah daging. Malam lepas lajang yang saat ini disebut bridal shower, dilakukan satu malam sebelum berlangsungnya malam aneuk dara.

Siapapun yang menjadi calon pengantin serasa tidak sempurna, jika melewatkan bridal shower. Asal mula bridal shower dari Amerika dan Kanada, bertujuan untuk bersenang-senang bersama sahabat dan teman-temannya dengan memberikan kado pada calon pengantin sebagai hadiah karena menempuh hidup baru.

Jika pada malam aneuk dara ada para tetua di tempat tersebut istilahnya ‘tetua gampong’ yang menjadi pemandu acara, sementara tradisi bridal shower dipandu oleh bridesmaid yang merancang acara tersebut dan menjadi host pada malam puncak bridal shower.

Tempat diadakannya acara tersebut bernuansa outdoor ataupun indoor kecuali di rumah calon pengantin, serangkaian acara bridal shower ada tiga tahap.

Pada tahap pertama, Di awali dengan menjamu tamu undangan dengan makanan serta minuman yang telah disediakan.

Tahap kedua, dilanjutkan dengan bermain game yang sebelumnya sudah dipersiapkan oleh bridesmaid.

Tahap ketiga, acara penutupan bridal shower dengan membuka kado pemberian dari orang terdekat calon pengantin yang berhadir di bridal shower.

Ditemukannya banyak perbedaan antara tradisi malam aneuk dara dengan tradisi bridal shower. Serangkaian acara malam aneuk dara bernuansa sakral, karena disertai untaian doa dari tetua gampong yang meugaca calon pengantin dengan cara dipeusijuk dan mencerminkan budaya Aceh yang dikenal sebagai ‘seramoe mekkah’.

Sedangkan tradisi bridal shower mencerminkan budaya barat, memperlihatkan kebahgiaan yang berlebih dengan bersenang-senang sehingga terkesan ria, jauh dari kesan sakral.

Budaya maupun adat istiadat menjadi bagian terpenting, meskipun pergantian generasi kerap terjadi dalam kehidupan.

Dipicu dengan teknologi semakin canggih sehingga pengetahuan semakin meningkat, manusia mulai melakukan perubahan sehingga muncullah ide untuk memasukkan budaya barat salah satunya yaitu menyandingkan malam aneuk dara dengan bridal shower.

Hal ini tidak dapat memusnahkan budaya ataupun adat istiadat, sehingga kesakralannya pun sedikit demi sedikit tergerus oleh zaman. (*)

Share.

Comments are closed.