ACEHNESIA.COM |BANDA ACEH — Menurunnya kualitas demokrasi di Indonesia dalam dua tahun terakhir diakibatkan oleh semakin sempitnya ruang kebebasan sipil dan masuknya partai oposisi ke dalam struktur pemerintahan.
Menurut Caroline Paskarina, akademisi dari Universitas Padjadjaran “demokrasi di Indonesia sedang dihadapkan pada isu pembatasan ruang gerak kebebasan sipil dan melemahnya oposisi.
Sehingga menyebabkan lemahnya check and balances serta menurunnya fungsi kontrol sosial terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa.
Hal tersebut dimanfaatkan oleh sebagian elit politik untuk menggulirkan wacana penundaan Pemilu dan Presiden tiga periode beberapa waktu yang lalu.
Fenomena itu menjadi bukti nyata ancaman terhadap ketahanan demokrasi Indonesia, meski wacana itu tidak mendapatkan momentum.
Akan tetapi hal tersebut sudah cukup menjadi alarm untuk segenap pegiat demokrasi karena itu mengindikasikan adanya keinginan yang kuat dari sebagian elit untuk melanggengkan kekuasaan dengan cara menutup mata terhadap semangat perjuangan reformasi.
Wacana ini terpaksa dihentikan karena selain menimbulkan kegaduhan juga memancing gerakan sipil dalam skala besar yang dilakukan secara serentak oleh mahasiswa di banyak Provinsi di Indonesia pada 11 April 2022.
Jika wacana ini terus dilanjutkan tidak menutup kemungkinan pada waktu itu akan terjadi kekacauan dan konflik sosial di tengah-tengah masyarakat.
Tidak terealisasinya wacana liar tersebut bukan bearti tugas masyarakat sipil selesai, mahasiswa, pemuda dan elemen masyarakat sipil lainnya harus mengawal proses Pemilu 2024 dan memastikan Pemilu 2024 lebih baik dari sebelumnya.
Oleh sebab itu, masyarakat sipil harus terus berkoalisi untuk bisa menjadi penyeimbang kekuasaan selaku kelompok penekan.
Karena menghadapi kekuasaan dengan karakter seperti sekarang tidak boleh ada kelengahan sedikit pun, karena bisa saja disaat kondisi melemah wacana tersebut dimasa depan akan kembali di munculkan.
Hakiki Pagan selaku Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammdadiyah Banda Aceh (IMM Banda Aceh) yang juga salah satu pegiat demokrasi menyatakan meskipun wacana penundaan Pemilu atau presiden tiga periode tidak terjadi terlaksana, bukan bearti tugas pemuda dan mahasiswa selesai.
Pemuda, mahasiswa dan gerakan masyarakat sipil lainnya harus tetap merapatkan barisan, memperkuat konsolidasi untuk mengawal terlaksananya Pemilu 2024 nanti secara luber dan jurdir serta memperhatiakn aspek hak asasi manusia.
Kita tentu tidak ingin lagi mengulang tragedi meninggalnya 894 petugas penyelenggara Pemilu dan ribuan lainnya mengalami sakit pada pelaksanaan Pemilu 2019.
Apalagi pesta demokrasi yang terjadwal lima tahun sekali dilaksanakan secara serentak, yang mana hal tersebut lebih komplit daripada pelaksanaan pemilu sebelum-sebelumnya.
Oleh sebab itu semua lapisan penting memastikan pelaksanaan Pemilu 2024 tidak menimbulkan korban jiwa, dan hal tersebut bisa dilakukan dengan mengawal setiap tahapan pemilu yang akan dimulai tahun ini. (*)