INFOLEUSER.COM | BLANGKEJEREN — Persoalan isu sampah merupakan isu yang serius dan perlu penangan dari berbagai lembaga baik itu Pemerintah maupun masyarakat.
Persoalan buruknya pengelolaan sampah ini bukan hanya terjadi di kota kota besar. Namun juga terjadi di wilayah pedalaman seperti yang terdapat di Kecamatan Pining, Gayo Lues.
Berdasarkan amatan INFOLEUSER.com, pemandangan sampah tak bertuan sering menumpuk di tepi sungai, mirisnya semua orang membuang sampah pada tempat tersebut.
Sampah yang tak bertuan tersebut nyaris tak pernah dikelola sejak puluhan tahun.
Dari 9 Desa yang terdapat dalam wilayah Kecamatan Pining. Semua pemukiman padat penduduk berdekatan dengan daerah aliran sungai, baik itu sungai besar dan sungai kecil (arul-red).
Karena alasan tak ada Tempat Pembuangan Sampah (TPS), masyarakat lebih memilih membuang sampah di pinggir sungai kecil (anakan sungai) masing masing kampung.
Misalnya saja di Kampung Pining Waeh Kute dan Sungai Waih Pining, Pertik Sungai Aih kulit, Pintu Rime, Pepelah, Uring dan Gajah dan Desa Lesten, Pasir Putih di Sungai Besar.
Dimana sungai tersebut bermuara ke sungai besar (Sungai Tamiang) yang bermuara hingga ke Selat Malaka.
Sampah yang dibuang oleh masyarakat tersebut berbagai jenisnya mulai dari sampah plastik, minuman kaleng dan botol yang butuh lama baru terurai, ditambah sampah hasil sisa pertanian misalnya seperti kulit pinang, kemiri, durian, jagung.
Namun penanganan tumpukan sampah tersebut selama ini hanya dengan cara dibakar oleh masyarakat.
Dalam hal ini bukan hanya murni kesalahan dan kesadaran masyarakat terkait sampah. Pasalnya di dearah tersebut sejak dari puluhan tahun tak pernah di Bangun Tempat Pembuangan Sampah (TPS).
Sehingga masyarakat semua memilih membuang sampah ke pinggiran sungai terdekat.
Meskipun sampah tersebut sering menimbulkan dampak bau tak sedap dan ketika air sungai meluap sampah tersebut tak jarang hanyut di bawah oleh aliran sungai dan memenuhi areal persawah masyarakat setempat.
Sampah yang setiap tahun terus bertambah perlu ada penangan serius dan berbagai lembaga salah satunya daur ulang maupun cara penanganan sampah 3R.
Reuse (menggunakan sampah sampah yang masih si gunakan dan fungsikan), Reduce (mengurangi sesuatu atau menyebabkan atau memunculkan sampah) dan Recycle (mengolah sampah atau daur ulang menjadi suatu produk atau barang yang dapat bermanfaat).
Sehingga tumpukan sampah tak bertuan bisa di atasi di hulu Sungai Tamiang.
Seperti yang diceritakan nelayan yang sering mencari ikan di perairan sungai Pining, Kasmiran 30 tahun, sering melihat sampah yang nyangkut di sepanjang sungai baik itu sampah plastik, kain, botol minuman, ungkapnya belum lama ini kepada INFOLEUSER.com.
Tak jarang gara gara sampah tersebut ikan susah kenak perangkap jalanya dan mengurangi hasil tangkapnya sebutnya.
Sementara Abukari Aman Jarum, Ketua Harimau Pining, mengatakan sampah yang hanyut ke sungai tersebut selain merusak kualitas air sungai dan habitat yang ada di dalamnya berpotensi terhadap kesehatan manusia.
Karena ikan bukan lagi makan buah buahan yang hidup di pinggir sungai kemudian hanyut dan dimakan ikan tapi melainkan makan sisa sampah.
Senada juga ditanggapi Zainal Abidin, Pengulu Kampung Pertik, terkait persoalan sampah di Kecamatan Pining.
Menurutnya, sudah selayaknya Kecamatan Pining yang berada di hulu Sungai Tamiang dibangun TPS Kecamatan, dan tempat penangan dan pengolahan sampah terpadu, seperti TPS3R dalam dua pemukiman tersebut supaya sampah bisa di tangani sejak dini.
Sudah puluhan tahun sampah tak terkelola ditambah setiap tahun populasi masyarakat makin bertambah dan ikut juga bertambah sampah.
“Kami berharap pemerintah bisa membangun tempat pembungan sampah di Kecamatan Pining agar lingkungan bersih dari sampah,” pinta Zainal Abidin didampingi Ibrahim ketua Badan Pemberdayaan Kampung (BPK) Pertik. (*)